Aku,Penjara & Perubahan


Badan kurus kulit hitam yang menyelimuti tubuh manjadi identitas yang diberikan tuhan untuk hambanya yaitu aku. Bukan sekedar badan kurus yang diberikan tuhan tapi juga bakat ngebacot dari para leluluhur ditanah betawi sana. Lahir dari keturunan penggila tanah atau yang biasa dijuluki orang sana ‘’juragan tanah’’ gak membuat keluarga kosim bergelimang harta hanya kesedrahanaan yang menghiasi keluarga ini.
Kebodohanku akan agama memnuat terlemparnya dari hirup pikuk metropolitan dan terdampar lah aku dipondok pesantren. Penuh dengan aturan,tata karma,dan akhlaqulkarimah ini cirinya. Kasarnya sifatku harus ku topengi dengan kelembutan nilai-nilai islami. Pecis hitam,kokoputih,sarung kota-kotak menjadi gaya fashion yang harus aku pakai sehari-hari. Nasi dan sayur gori menghiasi lubang mulutku dan memenuhi isi lambungku jarang sekali irisan daging sapi masuk kedalam menu sehari-hariku.
Penjara suci julukan tempat bagi para penghuni hotel prodeo berpecis. Telah merubah diriku yamg bodoh akan ilmu menjadi berbalik haus akan ilmu,yang busuk akhlaqnya menjadi lembut walaupun tidak selembut sayap lalat ijo.
Seperti batu yang setiap harinyaterteteskan air dan lama-lama menjadi lubang besar yang berpengaru. Kegeklapan menyelimuti malam menjadi terang setelah datangnya fajar. Semua ini mengibaratkan aku yang bodoh faqir harus bias berpengaruh menjadi lebih dan lebih berpengaruh dalam perubahan sifat.
Bacot yang kubawa dari tanah leluhurku sana harus aku simpan dilaci penyimpanan dan kubuka nanti saat aku kembali kesana. Enggeh,mboten,mrika,mriki ucapan ini keluar dari bibir yang lebar ini tampak wagu memang didengaranya dengan logat betawi yang masih kental yang terkadang membuat pribumi suku jawa risih mendengarnya atau bakan tertawa terbahak.
                                                                                                           


Faiz tamamy,Mangkuyudan,27 april 2013

0 komentar:

Posting Komentar